SEJARAH LANTING KHAS KEBUMEN



DARI daftar makanan khas Kabupaten Kebumen, lanting menjadi salah satu yang wajib dicantumkan. Selain sate ambal, soto petanahan, emping mlinjo, lanting sudah identik dengan kabupaten berslogan “Beriman” itu. Bahkan, seiring dengan meredupnya produksi sarang burung walet, sejumlah pihak mengusulkan untuk mengganti ikon Kebumen yang semula burung walet dengan lanting.

Kebumen Kota Lanting? Ya, lanting merupakan makanan renyah asli Kebumen. Terbuat dari bahan baku singkong. Selain renyah, rasanya juga gurih oleh bumbunya yang telah berkembang menjadi beraneka macam rasa. Umumnya lanting berbentuk serupa angka delapan, namun ada juga yang berbentuk lingkaran seperti angka nol.
Makanan lanting, sangat mudah didapatkan mulai dari dijual pedagang asongan di stasiun, terminal hingga pusat jajanan di sepanjang jalan di Kebumen. Saat ini, lanting tidak hanya bisa dibeli di Kebumen karena produk ini sudah dipasarkan ke kota-kota di seluruh Indonesia. Yang membanggakan, makanan tradisional itu sudah mulai dijual di pasar swalayan.

Memang, bagi masyarakat Kebumen, lanting tidak sekadar makanan tetapi sudah menjadi identitas. Penegasan identitas itu ketika Paguyuban Perajin Lanting Khasanah Desa Lemahduwur, Kecamatan Kuwarasan membuat lanting raksasa. Lanting berukuran 50 cm x 100 cm tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri) bersamaan dalam acara ìKebumen Moncerî di Benteng Van der Wijck, Gombong pada 2010.

Selama bertahun-tahun lanting telah menopang perekonomian bagi ribuan warga Kebumen. Mulai dari petani singkong di daerah pegunungan, hingga pelaku industri kecil yang menjadi produsen lanting serta tenaga kerja utamanya ibu rumah tangga yang terlibat di dalamnya.

Saat ini, industri kecil lanting terus berkembang dan tersebar di sejumlah kecamatan. Bahkan industri lanting juga sampai di Kecamatan Bonorowo yang meliputi Desa Pujodadi, Bonorowo, Rowosari dan Paturejo. Dari sekitar 20 industri kecil yang tersebar, produksi lanting mencapai lebih dari 2 ton per bulan.

Topang Ekonomi
Merujuk data di Bidang Industri Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi (Disperindagkop) Kebumen, sentra lanting terdapat di Kecamatan Adimulyo yakni di Desa Pekuwon dan Meles. Kemudian di Desa Jogomulyo dan Tugu, Kecamatan Buayan. Adapun sentra lanting yang cukup besar terdapat di Desa Harjodowo dan Lemahduwur di Kecamatan Kuwarasan.

Yang terdaftar di Disperindagkop Kebumen, di Desa Harjodowo terdapat 25 unit usaha dengan melibatkan sebanyak 113 tenaga kerja. Adapun nilai produksi ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun. Sedangkan di Desa Lemahduwur terdapat 21 unit usaha produksi lanting dengan melibatkan 86 tenaga. Adapun nilai produksi di desa ini diperkirakan mencapai Rp 1,52 miliar per tahun.

“Industri kecil lanting sangat menopang perekonomian masyarakat karena menyerap banyak tenaga kerja,” ujar ujar Kepala Bidang (Kabid) Perindustrian Disperindagkop Kebumen Maryoto SH kepada Suara Merdeka, kemarin.
Bisa dipastikan bahwa masih banyak lagi industri rumah tangga yang memproduksi makanan lanting. Pasalnya belum semua perajin telah mengajukan izin usahanya ke Disperindagkop. Lihat saja, di Desa Lemahduwur, Kuwarasan hampir setengah warganya ekonomi keluarganya bertumpu pada usaha lanting. Di sentra lanting tersebut, dari 720 keluarga ada lebih dari 300 keluarga yang menekuni usaha lanting.

Diakui bahwa awal mula lanting berasal dari Desa Lemahduwur. Industri itu mereka tekuni secara turun-temurun hingga sekarang. Saat ini industri lanting menyebar ke desa sekitarnya seperti Desa Madureso dan Harjodowo. Perajin di Desa Madureso dan di Harjodowo umumnya pernah bekerja di Lemahduwur. Mereka kemudian mandiri dengan memproduksi lanting sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar